Mari ... hening sejenak
Menyendiri dengan kesendirian
Menemukan kembali sesuatu nan memudar dan hampir hilang
Mari ... membuat jiwa kembali bertemu maknanya
Membuat sukma pada hakekat bebasnya
Menuai keindahan tanpa keterikatan
Mampukah dikau menemukan keindahan ?
Sssttttt...!
Diam & heninglah !
Seluruh pencarian ada didalamnya !
Diriku dalam rindu akan keheningan
Thursday, June 12, 2008
Bambu
Keseluruhanmu berguna!
Ketinggian nan bertambah, membuatmu semakin merunduk.
Bahkan saat angin datang menerpa,
engkau justru menghasilkan bunyi nan indah,
melalui gesekan dedaunanmu.
Bambu...
engkau pernah hadir memberi makna itu dalam doa heningku.
Memory in Ruteng, Manggarai in 2005
Ketinggian nan bertambah, membuatmu semakin merunduk.
Bahkan saat angin datang menerpa,
engkau justru menghasilkan bunyi nan indah,
melalui gesekan dedaunanmu.
Bambu...
engkau pernah hadir memberi makna itu dalam doa heningku.
Memory in Ruteng, Manggarai in 2005
Thursday, June 05, 2008
Anak kecil Vs Opportunis
Secara tidak sengaja di dalam bis pada suatu malam dua bulan yang lalu, saya bertemu dengan seorang anak lelaki yang sangat menarik. Dia sangat ramah dan ceria, kemudian tanpa ragu memulai perbincangan. Dengan sedikit iseng saya bertanya, "Kamu masih sekolah?"
Dengan senyuman lepas dia berkata "Jika aku masih sekolah, aku sudah kelas 1 SMP, Mbak, tapi aku sudah berhenti sekolah sejak kelas 5 SD"
Hati saya sangat terenyuh saat mendengar hal itu yang dilanjutkannya dengan berkata" aku sudah pernah kerja di Cirebon, tetapi karena aku wong Jawa tidak bisa bahasa Cirebon, sulit kalo jadi kenek disana, trus aku balik lagi ke Jakarta, disini lebih nyaman!". Rupanya dia bangga menjadi seorang Jawa, saya tersenyum dikedalaman dan entah mengapa sampai saat ini bayangan anak tersebut masih jelas dalam benak saya.
Memang sangat mengenaskan nasib sebagian besar anak-anak di kota ini. Jika kita lihat dibanyak perempatan lampu merah dengan pemandangan anak-anak balita dalam gendongan seorang wanita (entah ibunya atau bukan) yang sedang meminta-minta sudah merupakan hal yang biasa. Bahkan terkadang anak-anak itu sendiri yang turun kejalan dan memasuki bis-bis atau mengetok kaca mobil tuk meminta-minta. Belum lagi anak-anak yang tertidur (atau ditidurkan) pada banyak jembatan penyebrangan hingga larut malam. Jangankan mengenal buku dan pensil, atap rumah saja tidak mereka kenal kecuali setiap hari berada dibawah langit kelam kota ini. Akan tetapi walau mereka belum mampu mengecap 'keindahan' dari negeri ini, mereka tidak meragukan kewarganegaraan mereka di negeri ini. Mereka akan menjawab dengan bangga, lantang dan pasti jika ditanyakan asal mereka dan negeri mereka. Tidak ada keraguan sedikitpun.
Perjumpaan-perjumpaan dengan mereka ini sering menggelitik hati saya "apa yang dapat saya lakukan" untuk perbaikan. Bagaimana nasib bangsa ini jika mereka anak-anak itu akan menjadi generasi penerus bangsa ini pada saatnya nanti?? Kemana mata para penguasa selama ini ? Apakah mereka tidak pernah menyaksikan pemandangan diperempatan lampu merah dan jembatan-jembatan penyeberangan itu ? Apakah hal ini belum menjadi suatu issue karena prosentasenya yang dianggap masih kecil ?
Memang ada kalangan tertentu di negeri ini yang mampu menikmati sekolah mewah yang prestisius. Sekolah yang hanya dapt dimasuki oleh mereka yang memiliki orang tua dengan income tertentu. Mereka mendapatkan segala yang baik dinegeri ini. Akan tetapi saat mereka tidak bisa secara lancar berbahasa Indonesia, bahasa negara dimana mereka hidup dan berkembang, saya menjadi bertanya-tanya "siapa mereka ini sebenarnya ??"
Banyak orang-orang yang berusaha mengambil aneka keuntungan dari keberadaan mereka di negeri ini. Mereka bekerja, beranak cucu, membesarkan anak-anak mereka, menikmati fasilitas yang ada dan memiliki kekayaan karena keberadaan mereka di negeri ini, akan tetapi selalu menghujat dan membenci negeri ini bukan karena ingin mengkritisi untuk membangun tetapi karena mereka memang opportunis!
Betapa geram rasanya, saat menedengar seorang teman berkata"jika ada negara yang akan menyerang negeri ini, maka aku akan mendukung negara tersebut". Rasanya ingin marah!! Memang harus mengakui bahwa dalam perjalanannya (akibat penguasa yang kurang bijaksana) ada masa kelabu yang harus dialami oleh golongan tertentu dinegeri ini. Tetapi bukan berarti kita terus membawa luka itu sepanjang hidup dan menularkannya kepada generasi selanjutnya. Jika terus begitu, maka rantai kepahitan itu tidak akan pernah selesai!!
Jika kita tidak mampu memberi sesuatu bagi negeri ini, maka janganlah kita membenci, menghujat atau memperburuk keadaan. Sebab negeri ini telah memberi banyak hal berharga bagi kita! Janganlah kita mengaburkan impian indah para pendiri negeri ini pada mulanya !
Dengan senyuman lepas dia berkata "Jika aku masih sekolah, aku sudah kelas 1 SMP, Mbak, tapi aku sudah berhenti sekolah sejak kelas 5 SD"
Hati saya sangat terenyuh saat mendengar hal itu yang dilanjutkannya dengan berkata" aku sudah pernah kerja di Cirebon, tetapi karena aku wong Jawa tidak bisa bahasa Cirebon, sulit kalo jadi kenek disana, trus aku balik lagi ke Jakarta, disini lebih nyaman!". Rupanya dia bangga menjadi seorang Jawa, saya tersenyum dikedalaman dan entah mengapa sampai saat ini bayangan anak tersebut masih jelas dalam benak saya.
Memang sangat mengenaskan nasib sebagian besar anak-anak di kota ini. Jika kita lihat dibanyak perempatan lampu merah dengan pemandangan anak-anak balita dalam gendongan seorang wanita (entah ibunya atau bukan) yang sedang meminta-minta sudah merupakan hal yang biasa. Bahkan terkadang anak-anak itu sendiri yang turun kejalan dan memasuki bis-bis atau mengetok kaca mobil tuk meminta-minta. Belum lagi anak-anak yang tertidur (atau ditidurkan) pada banyak jembatan penyebrangan hingga larut malam. Jangankan mengenal buku dan pensil, atap rumah saja tidak mereka kenal kecuali setiap hari berada dibawah langit kelam kota ini. Akan tetapi walau mereka belum mampu mengecap 'keindahan' dari negeri ini, mereka tidak meragukan kewarganegaraan mereka di negeri ini. Mereka akan menjawab dengan bangga, lantang dan pasti jika ditanyakan asal mereka dan negeri mereka. Tidak ada keraguan sedikitpun.
Perjumpaan-perjumpaan dengan mereka ini sering menggelitik hati saya "apa yang dapat saya lakukan" untuk perbaikan. Bagaimana nasib bangsa ini jika mereka anak-anak itu akan menjadi generasi penerus bangsa ini pada saatnya nanti?? Kemana mata para penguasa selama ini ? Apakah mereka tidak pernah menyaksikan pemandangan diperempatan lampu merah dan jembatan-jembatan penyeberangan itu ? Apakah hal ini belum menjadi suatu issue karena prosentasenya yang dianggap masih kecil ?
Memang ada kalangan tertentu di negeri ini yang mampu menikmati sekolah mewah yang prestisius. Sekolah yang hanya dapt dimasuki oleh mereka yang memiliki orang tua dengan income tertentu. Mereka mendapatkan segala yang baik dinegeri ini. Akan tetapi saat mereka tidak bisa secara lancar berbahasa Indonesia, bahasa negara dimana mereka hidup dan berkembang, saya menjadi bertanya-tanya "siapa mereka ini sebenarnya ??"
Banyak orang-orang yang berusaha mengambil aneka keuntungan dari keberadaan mereka di negeri ini. Mereka bekerja, beranak cucu, membesarkan anak-anak mereka, menikmati fasilitas yang ada dan memiliki kekayaan karena keberadaan mereka di negeri ini, akan tetapi selalu menghujat dan membenci negeri ini bukan karena ingin mengkritisi untuk membangun tetapi karena mereka memang opportunis!
Betapa geram rasanya, saat menedengar seorang teman berkata"jika ada negara yang akan menyerang negeri ini, maka aku akan mendukung negara tersebut". Rasanya ingin marah!! Memang harus mengakui bahwa dalam perjalanannya (akibat penguasa yang kurang bijaksana) ada masa kelabu yang harus dialami oleh golongan tertentu dinegeri ini. Tetapi bukan berarti kita terus membawa luka itu sepanjang hidup dan menularkannya kepada generasi selanjutnya. Jika terus begitu, maka rantai kepahitan itu tidak akan pernah selesai!!
Jika kita tidak mampu memberi sesuatu bagi negeri ini, maka janganlah kita membenci, menghujat atau memperburuk keadaan. Sebab negeri ini telah memberi banyak hal berharga bagi kita! Janganlah kita mengaburkan impian indah para pendiri negeri ini pada mulanya !
Wherever you are, be there!
A delightful story is told about a young man who applied for a job as a telegraph operator. He answered an ad in the newspaper and went to the telegraph office to await an interview. Though he knew Morse Code and was qualified in every other way, seven other applicants were also waiting in the large, noisy office.
He saw customers coming and going and heard a telegraph clacking away in the background. He also noticed a sign on the receptionist's counter instructing applicants to fill out a form and wait to be summoned to an inner office for an interview. He filled out the form and sat down to wait.
After a few minutes, the young man stood up, crossed the room to the door of the inner office, and walked right in. Naturally the other applicants perked up, wondering why he had been so bold. They talked among themselves and finally determined that, since nobody had been summoned to interview yet, the man would likely be reprimanded for not following instructions and possibly disqualified for the job.
Within a few minutes, however, the young man emerged from the inner office escorted by the interviewer, who announced to the other applicants, 'Thank you all very much for coming, but the job has just been filled.'
They were all confused and one man spoke up: 'Wait a minute - I don't understand. We've been waiting longer than he and we never even got a chance to be interviewed.'
The employer responded, 'All the time you've been sitting here, the telegraph has been ticking out the following message: If you understand this, then come right in. The job is yours.'
This man knew a valuable life-lesson that most people miss: Wherever You Are, Be There. If you're there physically, also be there emotionally. Be there mentally. Be there attentively. Be there as fully as you can.
It's about being present and fully alive in the moment. Wherever you are, be there. Give your full attention to others (is there really a better gift?). Give yourself fully to the task at hand or to the present moment. When you're completely present, you'll make the most of every minute. And minutes lived fully add up to a life lived magnificently.
By Steve Goodier
Wednesday, June 04, 2008
Nakal
Ada hasrat penasaran dalam diriku. Aku ingin tahu apa saja yang berkecamuk dalam diri orang-orang yang diberi cap nakal, bandel, menggoda dan sulit diatur. Gejolak apa saja yang muncul dalam diri mereka, dorongan-dorongan apa yang muncul dalam pikiran dan hati mereka, dan pergulatan seperti apa yang terjadi dikedalam diri yang ingin mereka menangkan, atau tundukkan atau musnahkan. Aku sungguh-sungguh ingin tahu!
Aku juga ingin tahu bagaimana rasanya menjadi nakal itu sendiri. Seperti apa sensasi yang yang tercipta dalam diri sang nakal, saat ia menyadari bahwa ia sedang memasuki wilayah nakalnya, wilayah yang dianggap tidak biasa oleh orang-orang bersih, wilayah yang yang seolah-olah ditabukan untuk dibicarakan atau diungkapkan apalagi dilakukan.
Seolah-olah ingin membuktikan anjuran yang pernah kudengar dari Bu Anton, "jika engkau ingin tahu bagaimana rasanya menjadi suatu pribadi yang sungguh-sungguh bukan dirimu, maka cara satu-satunya adalah dengan memasukinya". Maka kujelmakan diriku menjadi sesuatu yang belum pernah kumiliki, sesuatu yang jauh dari persepsi, penilaian dan pendapat orang-orang terhadap diriku selama ini. Aku mencoba untuk menjadi nakal dan menggoda. Bukankah selama hidupku ini belum pernah ku mendapat brand nakal dari lingkunganku ??? Mereka hanya mengenalku sebagai pribadi yang baik dan kini ku ingin menjadi sesuatu yang lain, yang serasa menggoda.
Kucoba memasuki arena nakal dengan bantuan imajinasi dan fantasi-fantasiku. Ku biarkan hal yang paling liar muncul dan berkembang dalam diriku kemudian kucoba ungkapan dalam percakapan, dan kuamati akibat dan gejolak yang muncul karenanya. Benar-benar ku hayati penaran nakal ku itu. Ku sungguh ingin tahu seperti apa akibatnya dalam diriku! Ku ingin tahu sekuat apa aku mampu bertahan! Ku ingin tahu seperti apa kenakalan itu sendiri mampu menguasai kekinianku. Ku goda marabahaya dan ku uji diriku!
Setelah sekian waktu berlalu, daku mampu melihat, merasakan serta berkesimpulan.
Memang saat permainan dimulai rasanya sangat menantang dan menyenangkan, tetapi setelah ku coba berani sampai pada titik puncak kenakalan itu sendiri, semuanya menjadi sesuatu yang tak lagi menggetarkan! Nah, jika pemahaman tak menggetarkan ini telah merasuki diri maka hasrat tuk nakal itu sendiri sirna entah menguap kemana!
Ku ketahui juga bahwa aneka dorongan yang coba muncul dalam diri ternyata tidak akan bertahan lama jika kesadaran akan baik dan buruk muncul pada saat yang tepat, bahkan dorongan itu tidak mampu menguasai keberadaan diri. Untuk sementara itulah yang ku temukan dari kenakalan yang sengaja ku ciptakan di bulan Mei 2008.
Mengapa aku menuliskan hal ini ???
Aku juga ingin tahu bagaimana rasanya menjadi nakal itu sendiri. Seperti apa sensasi yang yang tercipta dalam diri sang nakal, saat ia menyadari bahwa ia sedang memasuki wilayah nakalnya, wilayah yang dianggap tidak biasa oleh orang-orang bersih, wilayah yang yang seolah-olah ditabukan untuk dibicarakan atau diungkapkan apalagi dilakukan.
Seolah-olah ingin membuktikan anjuran yang pernah kudengar dari Bu Anton, "jika engkau ingin tahu bagaimana rasanya menjadi suatu pribadi yang sungguh-sungguh bukan dirimu, maka cara satu-satunya adalah dengan memasukinya". Maka kujelmakan diriku menjadi sesuatu yang belum pernah kumiliki, sesuatu yang jauh dari persepsi, penilaian dan pendapat orang-orang terhadap diriku selama ini. Aku mencoba untuk menjadi nakal dan menggoda. Bukankah selama hidupku ini belum pernah ku mendapat brand nakal dari lingkunganku ??? Mereka hanya mengenalku sebagai pribadi yang baik dan kini ku ingin menjadi sesuatu yang lain, yang serasa menggoda.
Kucoba memasuki arena nakal dengan bantuan imajinasi dan fantasi-fantasiku. Ku biarkan hal yang paling liar muncul dan berkembang dalam diriku kemudian kucoba ungkapan dalam percakapan, dan kuamati akibat dan gejolak yang muncul karenanya. Benar-benar ku hayati penaran nakal ku itu. Ku sungguh ingin tahu seperti apa akibatnya dalam diriku! Ku ingin tahu sekuat apa aku mampu bertahan! Ku ingin tahu seperti apa kenakalan itu sendiri mampu menguasai kekinianku. Ku goda marabahaya dan ku uji diriku!
Setelah sekian waktu berlalu, daku mampu melihat, merasakan serta berkesimpulan.
Memang saat permainan dimulai rasanya sangat menantang dan menyenangkan, tetapi setelah ku coba berani sampai pada titik puncak kenakalan itu sendiri, semuanya menjadi sesuatu yang tak lagi menggetarkan! Nah, jika pemahaman tak menggetarkan ini telah merasuki diri maka hasrat tuk nakal itu sendiri sirna entah menguap kemana!
Ku ketahui juga bahwa aneka dorongan yang coba muncul dalam diri ternyata tidak akan bertahan lama jika kesadaran akan baik dan buruk muncul pada saat yang tepat, bahkan dorongan itu tidak mampu menguasai keberadaan diri. Untuk sementara itulah yang ku temukan dari kenakalan yang sengaja ku ciptakan di bulan Mei 2008.
Mengapa aku menuliskan hal ini ???
******
Entah apa yang ada dalam benaknya saat ia mengetahui bahwa hatinya telah terpikat oleh orang yang telah dimiliki oleh kaumnya sendiri ?? Entah apa yang ada dalam pikirannya saat ia mengetahui perasaanya yang dikandung hatinya ? Entah apa ia sungguh-sungguh menyadari setiap tindak dan perkataannya dalam kebersamaan itu merupakan awal dari kesedihan yang akan dialami seseorang nantinya ? Entah apa dengan sengaja ia memulainya dengan alasan hanya sebagai teman karena ia sendiri ? Enta apa ia menikmati semua peran yang ia mainkan itu ? Entah apa dia barkata jujur bahwa itu semua adalah kebetulan dan tidak direncanakan ?
Tetapi daku melihat bahwa sesungguhnya dia telah lama menggandungi perasaan terhadap orang itu secara diam-diam. Sesungguhnya, ia hanya menunggu waktu yang tepat saja! Sesungguhnya ia tidak pernah memikirkan perempuan lain yang sedang mengalirkan airmata itu! Ku ingin berkata "Bukan kaum adam yang sesungguhnya sering menyakiti hawa, tetapi para hawa sendirilah yang sering menyakiti kaumnya".
Sungguh menyedihkan!!
******
Jika engkau pernah menjadi nakal,
maka engkau akan tahu apa sesunguhnya yang mendorong seseorang menjadi nakal.
maka engkau akan tahu bahwa jika prinsip akan baik dan buruk terpatri kuat didasar hati, maka aneka hasrat yang menggoda itu dapat engkau atasi walau harus engkau bayar dengan pergulatan batin dan perjuangan airmata! Engkau pasti menemukan jalannya.
Berprinsiplah!! Jangan sampai menyakiti kaummu sendiri!!
Monday, June 02, 2008
Edisi JUNI
Perjalanan waktu akan membuat segala sesuatu menjadi kenangan.
Ada kenangan indah,
ada kenangan pilu,
ada yang dirindukan dan ada juga yang ingin dienyahkan!
Terkadang tanpa tersadari segalanya merasuki relung kosong dalam sukma dan berdiam disana tanpa permisi!
Ahhh!! haruskah kenangan meminta ijin tuk mengandungi hati ku ini ???
Ku gelengkan kepala, sambil berkata lantang :
"Ku biarkan hati ternganga lebar bagimu kenangan apapun yang ingin masuk"
Silahkan cabik-cabik seluruh ruang kalbuku...
Silahkan penuhi lorong-lorongan didalam ragaku...
Silahkan kuasai seluruh daya tahanku...
Biar kutahu daya tahanku.
Karena ku ingin tahu titik akhir batas pertahananku
Ku biarkan segalanya tidak terkendali...tak terencana...!
Ku biarkan semua berputar-putar tak tentu arah
Melingkar!
Menjulang!
Menukik!
Entah bagaimanapun jua
slalu keyakinan bernyala dikedalaman
KEBENARAN akan selalu setia menyertai
sehingga smakin ku uji keakuanku.
Setelah perjalanan sampai titik Edisi JUNI
Ku ingin berhenti...
Serasa telah kutemukan sari dari perjalanan keluar selama ini.
Eureka...!!!
Bagi orang-orang yang ku kasihi dan ku cintai, yang telah pergi dan tak kan kembali,
yang telah meninggalkan jejak kaki dengan bentuk khas nya,
yang telah melukiskan kasih sayang, perhatian, kekuatan, dan spirit kehidupan,
yang telah membingkaikan senyuman indah,
Ku ingin berkata :
Selamat Jalan...
Selamat menempuh masa indah dalam firdaus baru
Selamat bertemu dengan Sang Kekasih Jiwa
Selamat menikmati perjamuan yang tak kunjung henti itu
Selamat bersuka cita dalam kelimpahan KASIH abadi.
Kirimi daku senyuman dalam mimpiku
Senyuman yang dahulu ku kenal
Sebab ku selalu merindu...
Kenangan akan Tulang Jimmy, Oppung Doli, Oppung Boru, Bapa Anggi, Lilik dan Ipung.
Ada kenangan indah,
ada kenangan pilu,
ada yang dirindukan dan ada juga yang ingin dienyahkan!
Terkadang tanpa tersadari segalanya merasuki relung kosong dalam sukma dan berdiam disana tanpa permisi!
Ahhh!! haruskah kenangan meminta ijin tuk mengandungi hati ku ini ???
Ku gelengkan kepala, sambil berkata lantang :
"Ku biarkan hati ternganga lebar bagimu kenangan apapun yang ingin masuk"
Silahkan cabik-cabik seluruh ruang kalbuku...
Silahkan penuhi lorong-lorongan didalam ragaku...
Silahkan kuasai seluruh daya tahanku...
Uji aku ! uji aku...!!
Agar ku menguat!
Kerumuni ku...padati ku...sesaki ku... !
Biar kutahu daya tahanku.
Karena ku ingin tahu titik akhir batas pertahananku
Ku biarkan segalanya tidak terkendali...tak terencana...!
Ku biarkan semua berputar-putar tak tentu arah
Melingkar!
Menjulang!
Menukik!
Entah bagaimanapun jua
slalu keyakinan bernyala dikedalaman
KEBENARAN akan selalu setia menyertai
sehingga smakin ku uji keakuanku.
Setelah perjalanan sampai titik Edisi JUNI
Ku ingin berhenti...
Serasa telah kutemukan sari dari perjalanan keluar selama ini.
Eureka...!!!
Bagi orang-orang yang ku kasihi dan ku cintai, yang telah pergi dan tak kan kembali,
yang telah meninggalkan jejak kaki dengan bentuk khas nya,
yang telah melukiskan kasih sayang, perhatian, kekuatan, dan spirit kehidupan,
yang telah membingkaikan senyuman indah,
Ku ingin berkata :
Selamat Jalan...
Selamat menempuh masa indah dalam firdaus baru
Selamat bertemu dengan Sang Kekasih Jiwa
Selamat menikmati perjamuan yang tak kunjung henti itu
Selamat bersuka cita dalam kelimpahan KASIH abadi.
Kirimi daku senyuman dalam mimpiku
Senyuman yang dahulu ku kenal
Sebab ku selalu merindu...
Kenangan akan Tulang Jimmy, Oppung Doli, Oppung Boru, Bapa Anggi, Lilik dan Ipung.
Subscribe to:
Posts (Atom)